Kajian Molekuler Interleukin-4 pada Aspirat Limfadenitis sebagai Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Ekstra Paru
Abstract
Pada infeksi tuberkulosis, sitokin mempunyai efek biologis metabolik seperti hipoglikemia, pireksia, inflamasi, dan dalam kadar tinggi dapat merusak sel terutama endotel, bahkan dapat menguntungkan pertumbuhan kuman karena meningkatkan sitoadherens. Pada kadar yang tepat bersifat protektif namun pada kadar yang berlebihan justru berefek patologis Timbulnya tuberkulosis ekstra paru ditentukan oleh keseimbangan antara kadar sitokin proinflamasi dan anti-inflamasi, yaitu berupa rasio Interleukin 4 (IL-4) rendah dan meningkatnya produksi IFN-γ. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) membuktikan dan menganalisa peran Interleukin 4 sebagai faktor resiko kejadian limfadenitis tuberkulosis, (2) menjelaskan patogenesis terjadinya limfadenitis tuberkulosis berdasarkan ekspresi Interleukin 4 yang tertampil pada aspirat limfadenitis tuberculosis Penelitian ini menggunakan sampel 25 slide yang diperoleh dari pasien pembengkakan kelenjar getah bening leher dan didiagnosis sebagai limfadenitis tuberkulosis. Dilakukan pewarnaan imunositokimia dengan antigen Interleukin 4. Limfadenitis TB berupa badan-badan kecil berbentuk oval gelap di dalam kelompokan makrofag dijumpai 6 kasus positif (67%) dan 3 kasus negatif (33%), sedangkan limfadenitis TB berupa bercak bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik 14 kasus positif (88%) dan 2 kasus negatif (12%). Dari analisa data memiliki nilai yang bermakna. Tampilan IL-4 pada badan- badan kecil oval berwarna gelap di dalam kelompokan beberapa makrofag dan bercak-bercak gelap dengan massa amorf eosinofilik merupakan proses imunologi terhadap bakteri basil yang masuk kedalam tubuh manusia dan dapat dipakai sebagai petanda faktor resiko kejadian limfadenitis tuberkulosis.
Kata kunci: Interleukin-4, aspirat limfadenitis, faktor resiko, tuberkulosis ekstra paru
Full Text:
PDFReferences
Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. 2010. Robbins and Cotran. Basic Pathology Basis of Disease 8th. Ed. Philadelphia: Saunders.
Perkins DJ, Were T, Davenport GC, Kempaiah P, Hittner JB, Ong'echa JM. 2011. Severe malarial anemia: innate immunity and pathogenesis. Int J Biol Sci.;7(9):1427-42.
American Society of Microbiologi. pp. 131-134.
Nugroho A. Patogenesis malaria berat. In: Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, editors.Malaria-dari molekuler ke klinis. 2nd ed. Jakarta: EGC, 38-63; 2008.
Clark I. A, Budd A. C, Alleva LM, Cowden WB. 2006. Human malarial disease:a consequences of inflammatory cytokine release. Malaria journal; 5:85:-32.
Ansari A, Talat N, Jamil B, Hasan Z, Razzaki T, et al. 2009. Cytokine Gene Polymorphisms across Tuberculosis Clinical Spectrum in Pakistani Patients. PLoS ONE 4(3): 4778.
Lubis HML, Lubis HML, Lisdine, Hastuti NW. 2008. Dark specks and eosinophilic granular necrotic material as differentiating factors between tuberculous and nontuberculous abscess. Majalah Patologi; 2:49-52.
DOI: https://doi.org/10.24853/jkk.13.2.127-133
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. | |||
View My Stats |